🦧 Makna Puisi Deru Campur Debu
3 ) penggunaan gaya bahasa kumpulan puisi "Deru Campur Debu" karya Chairil Anwar.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif.Objek penelitian ini adalah 1)st ruktur, diksi, majas, persajakan, gaya bahasa dan 2) makna atau pesan yang terkandung dalam puisi-puisi Chairil Anwar. Data penelitian ini
padaKumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada: 1. Dr. Fauzan, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Dr.
Penyairangkatan 45 tersebut terkenal dengan berbagai karya puisinya yang menggunakan kiasan tajam dan makna mendalam. Puisi berjudul Aku merupakan karya dari Chairil Anwar yang paling terkenal hingga sekarang. seperti Deru Campur Debu (1949). Puisi berjudul "Aku" merupakan karya Chairil Anwar yang paling terkenal dan masih terkenang
SastraAngkatan 45, bentuk: Puisi. Karya: Chairil Anwar. Ini adalah salah satu puisi dari seorang maestro yaitu Chairil Anwar, dengan kata yang lugas, kaya makna, dan indah untuk difahami. Dari buku: Deru Campur Debu —
Strukturreligiusitas kumpulan puisi "Deru Campur Debu" kanya Chairil Anwar oleh Ratnawati, Dalam penelitian tersebut dijelaskan secara dominan karya-karya sastra mengungkap aspek religiusitas secara langsung (religiusitas otentik). Lebih detail dijelaskan bahwa religiusitas otentik yang terdapat dalam sastra tersebut tercermin dalam lima sikap yaitu rela, menerima, sabar, hormat dan rukun.
DeruCampur Debu pertama diterbitkan di tahun kematian Chairil Anwar pada tahun 1949. Kemudian puisi-puisi ini diterbitkan kembali dan dilengkapi dengan ilustrasi oleh Oesman Effendi tahun 1958. Kulit di sebelah merupakan edisi 1958 Chairil Anwar Kawanku dan Aku Sudah larut sekali. Hilang tenggelam segala makna. Dan gerak tak punya arti.
Keyword: Metafora, Bentuk, Makna, dan Deru Campur Debu karya Chairil Anwar. Abstrak Puisi lama karya Chairil Anwar sangat kaya akan kiasan-kiasan tajam dan menikam. Diantara gaya khasnya dalam berpuisi adalah menggunakan warna-warna kuning, hijau, lembayung, dan sebagainya yang merupakan representasi dari sikap hidup, gagasan serta perbuatan yang selalu muncul dalam sajak-sajaknya.
pengonsentrasianbentuk dan makna. Untuk itu, Aminuddin (2002:110) berpendapat, dalam upaya memahami teks sastra, terutama puisi, kesulitan yang biasa muncul yang terdapat dalam buku kumpulan puisi Deru Campur Debu Karya Chairil Anwar. Sajak-sajak karya Chairil Anwar dipilih sebagai objek pembacaan heuristik dan hermeneutik karena sajak
JkiAJgo. ​DERU CAMPUR DEBU CHAIRIL ANWAR DIAN RAKYAT JAKARTA ​ISBN 979-532-042-5 Deru Campur Debu Diterbitkan oleh DIAN RAKYAT Jakarta Diterbitkan pertama kali oleh Yayasan Pembangunan tahun 1959 Rencana & hiasan buku oleh Oesman Effendi Dicetak oleh PT. DIAN RAKYAT Cetakan pertama 1987 Cetakan kedua 1991 ​ ​ Unggah gambar untuk mengganti penampung ini. ​AKUKalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi ​HAMPAkepada sri Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti Sepi Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencengkung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. ​SELAMAT TINGGALAku berkaca Ini muka penuh luka Siapa punya? Kudengar seru menderu — dalam hatiku? — Apa hanya angin lalu? Lagu lain pula Menggelepar tengah malam buta Ah ..................?? Segala menebal, segala mengental Segala tak kukenal ................!! Selamat Tinggal ................!! ​ ​ORANG BERDUAKamar ini jadi sarang penghabisan di malam yang hilang batas. Aku dan dia hanya menjengkau rakit hitam 'Kan terdamparkah atau terserah pada putaran pitam? Matamu ungu membatu. Masih berdekapankah kami atau mengikut juga bayangan itu? ​SIA-SIAPenghabisan kali itu kau datang membawa karangan kembang Mawar merah dan melati putih darah dan suci. Kau tebarkan depanku serta pandang yang memastikan Untukmu. Sudah itu kita sama termangu Saling bertanya Apakah ini? Cinta? Keduanya tak mengerti. Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri. Ah! Hatiku yang tak mau memberi Mampus kau dikoyak-koyak sepi. ​DOAkepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku dipintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling ​ISAkepada nasrani sejati Itu Tubuh mengucur darah mengucur darah rubuh patah mendampar tanya aku salah? kulihat tubuh mengucur darah aku berkaca dalam darah terbayang terang di mata masa bertukar rupa ini segara mengatup luka aku bersuka Itu Tubuh mengucur darah mengucur darah ​ ​ ​KEPADA PEMINTA-MINTABaik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga. Bersuara tiap kau melangkah Mengerang tiap kau memandang Menetes dari suasana kau datang Sembarang kau merebah. Mengganggu dalam mimpiku Menghempas aku di bumi keras Di bibirku terasa pedas Mengaum di telingaku Baik, baik, aku akan menghadap Dia Menyerahkan diri dan segala dosa Tapi jangan tentang lagi aku Nanti darahku jadi beku. ​KESABARANAku tak bisa tidur Orang ngomong, anjing nggonggong Dunia jauh mengabur Kelam mendinding batu Dihantam suara bertalu-talu Di sebelahnya api dan abu Aku hendak bicara Suaraku hilang, tenaga terbang Sudah! tidak jadi apa-apa! Ini dunia enggan disapa, ambil perduli Keras membeku air kali Dan hidup bukan hidup lagi Kuulangi yang dulu kembali Sambil bertutup telinga, berpicing mata Menunggu reda yang mesti tiba ​SAJAK PUTIHBersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Dihitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah........ ​ ​KAWANKU DAN AKUKami sama pejalan larut Menembus kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat Siapa berkata-kata ........? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa? Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti. ​KEPADA KAWANSebelum Ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang 'tika kita tidak melihat, selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa, belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri! Jadi Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam Dan Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja ! Jadi mari kita putuskan sekali lagi Ajal yang menarik kita, 'kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu !!! ​SEBUAH KAMARSebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu. "Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu!" Ibuku tertidur dalam tersedu, Keramaian penjara sepi selalu, Bapakku sendiri terbaring jemu Matanya menatap orang tersalib di batu! Sekeliling dunia bunuh diri! Aku minta adik lagi pada Ibu dan bapakku, karena mereka berada di luar hitungan Kamar begini, 3 X 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa! ​ ​LAGU SIULI Laron pada mati Terbakar di sumbu lampu Aku juga menemu Ajal dicerlang caya matamu Heran ! ini badan yang selama berjaga Habis hangus di api matamu 'Ku kayak tidak tahu saja. ​II Aku kira Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta, Tak satu juga pintu terbuka. Jadi baik kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak 'kan apa-apa, Aku terpanggang tinggal rangka ​MALAM DI PEGUNUNGANAku berpikir Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan ? Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan ! ​CATETAN TH. 1946Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai, Mainan cahaya di air hilang bentuk dalam kabut, Dan suara yang kucintai 'kan berhenti membelai. Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut. Kita - anjing diburu - hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat. Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu ; Kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir sempat Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah, Tulis karena kertas gersang; tenggorokan kering sedikit mau basah! ​NOCTURNOfragment .......................... Aku menyeru — tapi tidak satu suara membalas, hanya mati di beku udara. Dalam hatiku terbujur keinginan, juga tidak bernyawa. Mimpi yang penghabisan minta tenaga, Patah kapak, sia-sia berdaya, Dalam cekikan hatiku Terdampar ....... Menginyam abu dan debu Dari tinggalannya suatu lagu. Ingatan pada Ajal yang menghantu. Dan demam yang nanti membikin kaku ...... .......................... Pena dan penyair keduanya mati, Berpalingan ! ​ ​KEPADA PELUKIS AFFANDIKalau, 'ku habis-habis kata, tidak lagi berani memasuki rumah sendiri,. terdiri di ambang penuh kupak, adalah karena kesementaraan segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa mati kan datang merusak. Dan tangan kan kaku, menulis berhenti, kecemasan derita, kecemasan mimpi ; berilah aku tempat di menara tinggi, di mana kau sendiri meninggi atas keramaian dunia dan cedera, lagak lahir dan kelancungan cipta, kau memaling dan memuja dan gelap-tertutup jadi terbuka ! ​ ​BUAT ALBUM Seorang gadis lagi menyanyi Lagu derita di pantai yang jauh, Kelasi bersendiri di laut biru, dari Mereka yang sudah lupa bersuka. Suaranya pergi terus meninggi, Kami yang mendengar melihat senja Mencium belai si gadis dari pipi Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi. Kami rasa bahagia tentu 'kan tiba, Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan Dan di negeri kelabu yang berhiba Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan Lagu merdu ! apa mengertikah adikku kecil yang menangis mengiris hati Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil, Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali? ​CERITA BUAT DIEN TAMAELA Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. Beta Pattirajawane Kikisan laut Berdarah laut Beta Pattirajawane Ketika lahir dibawakan Datu dayung sampan Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala. Beta api di pantai. Siapa mendekat Tiga kali menyebut beta punya nama. Dalam sunyi malam ganggang menari Menurut beta punya tifa, Pohon pala, badan perawan jadi Hidup sampai pagi tiba. Mari menari! mari beria! mari berlupa! Awas jangan bikin beta marah Beta bikin pala mati, gadis kaku Beta kirim datu-datu! ​Beta ada di malam, ada di siang Irama ganggang dan api membakar pulau...... Beta Pattirajawane Yang dijaga datu-datu Cuma satu. ​PENERIMAANKalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani Kalau kau mau kuterima kau kembali Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. ​KEPADA PENYAIR BOHANG Suaramu bertanda derita laut tenang ..... Si Mati ini padaku masih berbicara Karena dia cinta, di mulutnya membusah dan rindu yang mau memerahi segala Si Mati ini matanya terus bertanya ! Kelana tidak bersejarah Berjalan kau terus ! Sehingga tidak gelisah Begitu berlumuran darah. Dan duka juga menengadah Melihat gayamu melangkah Mendayu suara patah "Aku saksi!" Bohang, Jauh di dasar jiwamu bertampuk suatu dunia ; menguyup rintik satu-satu Kaca dari dirimu pula ........ ​ ​SENJA DI PELABUHAN KECIL buat sri ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. ​KABAR DARI LAUTAku memang benar tolol ketika itu , mau pula membikin hubungan dengan kau ; lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu, berujuk kembali dengan tujuan biru. Di tubuhku ada luka sekarang, bertambah lebar juga, mengeluar darah, dibekas dulu kau cium napsu dan garang; lagi akupun sangat lemah serta menyerah. Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi. Pembatasan cuma tambah menjatuhkan kenang. Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang. Dan kau ? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji, Atau di antara mereka juga terdampar, Burung mati pagi hari di sisi sangkar ? ​TUTI ARTICAntara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic; Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola. Istriku dalam latihan kita hentikan jam berdetik Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa — ketika kita bersepeda kuantar kau pulang — Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara, Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang. Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar; Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu Sorga hanya permainan sebentar. Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu Aku dan Tuti + Greet + Amoi ...... hati terlantar, Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar. ​ ​SORGAbuat basuki resobowo Seperti ibu + nenekku juga tambah tujuh keturunan yang lalu aku minta pula supaya sampai di sorga yang kata Masyumi + Muhammadyah bersungai susu dan bertabur bidari beribu Tapi ada suara menimbang dalam diriku, nekat mencemooh Bisakah kiranya berkering dari kuyup laut biru, gamitan dari tiap pelabuhan gimana ? Lagi siapa bisa mengatakan pasti di situ memang ada bidari suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Yati? ​CINTAKU JAUH DI PULAU Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri. Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya. Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata "Tujukan perahu ke pangkuanku saja". Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh ! Perahu yang bersama 'kan merapuh ! Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri. ​ ​ISIA k u H a m p a Selamat tinggal Orang berdua Sia-sia D o a I s a Kepada peminta-minta Kesabaran Sajak putih Kawanku dan aku Kepada kawan Sebuah kamar Lagu Siul Malam di pegunungan Catetan th. 1946 Nocturno Kepada pelukis Affandi Buat album Cerita buat Dien Tamaela Penerimaan Kepada penyair Bohang Senja di pelabuhan kecil Kabar dari laut Tuti Artic Sorga Cintaku jauh di pulau Tulisan Chairil Anwar
makna puisi deru campur debu